
夸父逐日
kuā fù zhú rì
Kua Fu mengejar matahari
夸父 Kuā Fù – nama tokoh dalam mitologi Tiongkok, seorang raksasa yang berusaha mengejar matahari
逐 zhú – mengejar, memburu
日 rì – matahari
夸父逐日 Kua Fu Zhu Ri merupakan ungkapan Tiongkok yang pertama kali muncul dalam《山海经 · 海外北经》(Shān Hǎi Jīng · Hǎi Wài Běi Jīng).
Idiom ini merupakan metafora bagi orang yang memiliki ambisi besar, dan juga metafora bagi orang yang melebih-lebihkan kemampuan dirinya sendiri.
Kisah Idiom 夸父逐日
Pada zaman kuno, di padang belantara utara, terdapat sebuah gunung yang megah, menjulang tinggi hingga menembus awan. Di dalam hutan pegunungan itu, hiduplah sekelompok raksasa yang memiliki kekuatan luar biasa. Pemimpin mereka adalah cucu dari Dewa Dunia Bawah, “Houtu (后土 ; hòu tǔ)”, dan putra “Xin (信 ; xìn)”, bernama Kua Fu (夸父 ; kuā fù). Oleh karena itu, kelompok ini dikenal sebagai Suku Kua Fu (夸父族 ; kuā fù zú). Mereka bertubuh kuat dan kekar, memiliki tekad yang luar biasa, serta keberanian yang luar biasa. Selain itu, mereka juga berhati baik, rajin, dan pemberani, menjalani kehidupan yang damai dan bebas dari pertikaian.
Pada masa itu, bumi masih tandus, ular berbisa dan binatang buas berkeliaran, membuat kehidupan manusia penuh penderitaan. Demi kelangsungan hidup sukunya, setiap hari Kua Fu memimpin mereka untuk bertarung melawan binatang buas.
Kua Fu sering menggantung ular kuning ganas yang berhasil ia tangkap di kedua telinganya sebagai hiasan. Ia juga memegangnya di tangan dan mengayunkannya dengan bangga.
Suatu tahun, cuaca sangat panas. Matahari yang menyengat membakar bumi, membuat tanaman layu, pohon-pohon kering, dan sungai-sungai mengering. Orang-orang kepanasan hingga tidak dapat bertahan, dan banyak anggota Suku Kua Fu yang meninggal satu per satu.
Melihat pemandangan ini, Kua Fu merasa sangat sedih. Ia mendongak ke arah matahari dan berkata kepada sukunya, “Matahari ini sungguh kejam! Aku akan mengejarnya, menangkapnya, dan membuatnya tunduk pada manusia.”
Mendengar hal itu, sukunya segera mencoba mencegahnya.
Beberapa orang berkata, “Jangan pergi! Matahari sangat jauh, kau akan kelelahan dan mati!” Yang lain berkata, “Matahari begitu panas, kau akan terbakar hidup-hidup!”
Namun, Kua Fu sudah menetapkan hati. Ia bersumpah untuk menangkap matahari agar bisa dikendalikan oleh manusia dan memberi manfaat bagi semua orang. Ia melihat sukunya yang penuh penderitaan dan berkata, “Demi kehidupan yang lebih baik untuk kalian semua, aku harus pergi.”
Saat matahari baru saja terbit dari lautan, Kua Fu berpamitan dengan sukunya. Dengan tekad yang kuat, ia mulai berlari dari tepi Laut Timur, menuju arah matahari terbit. Perjalanannya mengejar matahari pun dimulai.
Matahari bergerak cepat di langit, tetapi Kua Fu berlari seperti angin, berusaha mengejarnya dengan sekuat tenaga. Ia melewati pegunungan tinggi dan menyeberangi sungai besar. Tanah di bawah kakinya bergetar keras dengan suara gemuruh, seolah-olah ikut berguncang karena kekuatannya.
Saat merasa lelah, Kua Fu hanya tidur sejenak dan mengguncang sepatunya, sehingga tanah yang jatuh membentuk gunung besar. Ketika lapar, ia memakan buah liar. Terkadang, Kua Fu juga memasak makanan. Ia menggunakan tiga batu besar sebagai tungku, dan batu-batu ini akhirnya menjadi tiga gunung tinggi yang berdiri kokoh, masing-masing setinggi ribuan meter.
Kua Fu terus berlari mengejar matahari. Semakin dekat ia ke matahari, semakin besar pula keyakinannya. Namun, semakin dekat dengan matahari, ia semakin haus. Kali ini, minum air sungai saja tidak cukup untuk menghilangkan dahaganya. Tapi Kua Fu tidak menyerah dan terus menyemangati dirinya sendiri, “Sedikit lagi, aku akan menangkap matahari! Kehidupan manusia akan menjadi lebih baik!”
Setelah berlari selama sembilan hari sembilan malam, akhirnya Kua Fu berhasil mendekati matahari. Bola api merah yang panas menyala kini berada tepat di hadapannya. Ribuan sinar keemasan menyelimuti tubuhnya.
Dengan gembira, Kua Fu membuka kedua lengannya, bersiap untuk menangkap matahari. Namun, panasnya luar biasa! Ia merasa haus dan lelah luar biasa.
Kua Fu segera berlari ke Sungai Kuning dan meminum airnya dalam satu tegukan, hingga sungai itu kering. Ia kemudian berlari ke Sungai Wei dan juga menghabiskan airnya, tetapi rasa hausnya masih belum hilang.
Kua Fu pun berlari ke utara, di mana terdapat danau luas yang membentang ribuan kilometer. Ia berharap air di sana cukup untuk menghilangkan dahaganya. Namun, sebelum mencapai danau tersebut, Kua Fu tumbang di tengah jalan dan meninggal karena kehausan.
Di saat-saat terakhirnya, Kua Fu merasa sangat menyesal. Ia masih memikirkan sukunya yang ia tinggalkan. Dengan sisa tenaganya, ia melempar tongkat kayunya ke tanah. Tempat di mana tongkat itu jatuh, tiba-tiba tumbuh hutan pohon persik yang hijau dan subur.
Hutan persik ini tumbuh sepanjang tahun, memberikan keteduhan bagi para pelancong yang melewati daerah itu. Buah persik yang dihasilkannya mampu menghilangkan dahaga dan mengembalikan energi mereka. Dengan cara ini, semangat Kua Fu tetap hidup, memberikan manfaat bagi manusia, meskipun ia sendiri telah gugur dalam perjalanannya mengejar matahari.
Arti Cerita Idiom 夸父逐日
Kisah 夸父逐日 Kua Fu Zhu Ri menunjukkan semangat pengorbanan Kua Fu demi kebahagiaan sukunya. Kisah ini sepenuhnya mencerminkan fakta bahwa nenek moyang kita di zaman kuno dengan berani berjuang melawan bencana alam.
Dunia ini bisa berkembang karena adanya orang-orang seperti Kua Fu, serta banyak lagi sosok yang rajin, berani, pantang menyerah, dan tidak takut berkorban. Mereka terus maju tanpa henti, generasi demi generasi, sehingga mendorong kemajuan masyarakat, perkembangan peradaban manusia, serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Jika umat manusia tidak memiliki para pelopor dan perintis seperti Kua Fu—jika setiap kali menghadapi kesulitan atau tantangan mereka merasa takut gagal, enggan mengejar impian, tidak berani mencoba atau menjelajah, serta menyerah begitu saja saat menghadapi hambatan—maka kemungkinan besar hingga saat ini kita masih menjalani kehidupan primitif, berburu dengan tangan kosong, dan bertani dengan cara kuno.
Kisah 夸父逐日 Kua Fu Zhu Ri tidak hanya merangsang imajinasi kita, tetapi juga memberikan banyak pemikiran mendalam. Hanya mereka yang menghargai waktu dan berlomba dengan matahari yang dapat berjalan lebih cepat. Semakin cepat seseorang maju, semakin ia akan merasa haus akan ilmu. Dengan demikian, ia akan terdorong untuk mencari dan menerima lebih banyak pengetahuan. Hanya dengan memperoleh lebih banyak ilmu, seseorang dapat berlomba dengan waktu, agar tidak tertinggal oleh zaman dan tidak tertinggal di era yang berkembang pesat ini.
Arti Idiom 夸父逐日
夸父逐日 Kua Fu Zhu Ri merupakan metafora bagi orang yang memiliki cita-cita dan ambisi besar.
Namun, idiom ini juga bisa bermakna seseorang yang tidak mengenal batas kemampuan dirinya, sehingga bertindak gegabah atau terlalu ambisius.











