Sejarah dan Asal Usul Dewa Chen Fu Zhen Ren ( Tan Hu Cin Jin )

Spread the love

Chen Fu Zhen Ren ( Tan Hu Cin Jin )

Chen Fu Zhen Ren ( Tan Hu Cin Jin )

Kisah mengenai Chen Fu Zhen Ren di daerah Bali dan Jawa Timur mempunyai beberapa versi, yang karena tidak ada catatan-catatan yang pasti sehingga sulit untuk diuji kebenarannya, walaupun demikian kami yakin keberadaan beliau memang pernah ada.

Hal ini kami simpulkan dari adanya beberapa kelenteng tempat pemujaan beliau yang dibangun di beberapa daerah di Bali dan di Jawa Timur yang tahun pembangunannya hanya beda beberapa tahun saja antara yang satu dengan yang lain.

Pada jaman Kerajaan Yong Le dan Xian De (baca Sien Tek) pada dinasti Ming konon di dalam rombongan utusan perdamaian Kerajaan. Ming yang sangat terkenal yaitu Lawatan pelaut besar Zheng He tujuh kali ke Lautan Barat 600-an tahun yang lalu (tahun 1405 – 1433), diantaranya terdapat seorang berrnarga Lin (Lim – Hokkian) dan seorang lagi bermarga Chen (Tan – Hokkian).

Saat rombongan dari Zheng He (Dempu Awang) singgah di Bali kedua orang ini ikut mendarat, dan saat Zheng He dan rombongannya melanjutkan perjalanan ke Jawa, Sumatera terus ke Barat, kedua orang ini tidak ikut lagi di dalam rombongan, mereka memutuskan tinggal di Pulau Bali.

Setelah mereka menjelajahi Pulau Bali akhirnya mereka menetap di daerah sekitar Kintamani. Seiring dengan berjalannya Waktu, diantara mereka berdua, Bapak Lin sangat disukai oleh Raja seternpat sehingga akhirnya Raja memutuskan untuk menjodohkan puterinya dengan Bapak Lin.

Setelah Bapak Lin menjadi menantu Raja, lalu beliau diberi gelar kehormatan sebagai seorang bangsawan yaitu Gusti Ngurah Syubandar, dan beliau juga ditugasi sebagai menteri yang mengurus soal keuangan negara, pada saat itu beliau mendatangkan banyak uang kepeng yang terbuat dari perunggu dari Tiongkok, karena pada saat itu masyarakat di Bali masih agak awam, melihat huruf yang ditulis diatas uang yang didatangkan dari “Negeri Langit”-Tiongkok yaitu huruf Tionghoa dan huruf Zhang (Tibet) diyakini sebagai huruf yang mempunyai fungsi dapat menghubungkan kepentingan mereka dengan para dewa, maka pada upacara persembahyangan di pura -pura tertentu atau dalam upacara-upacara keagamaan lainnya di Bali, uang ini merupakan salah satu sarana atau sesajen yang harus disiapkan.

Karena saat Bapak Lin yang bergelar Gusti Ngurah Syubandar menjabat. Beliau dapat mengatur keuangan negara dengan sangat baik, sehingga kehidupan rakyat sangat makmur, maka akhirnya beliau dipercaya dan dipuja sebagai Dewa Uang masyarakat Bali hingga kini, tempat pemujaan beliau ada pada beberapa pura di Bali diantaranya di Pura Besakih yang dianggap sebagai Pura Ibu oleh masyarakat Bali, juga di Pura Batur di desa Batur – Kintamani yang disini disebut Zong Pu Gong (baca Cong Phu Kong) yang berarti pejabat Kepala Pusat Perdagangan, dan di Pura Pabean di depan Pura Pulaki, Bali utara.

Kembali ke Bapak Chen yang merupakan teman karib dari Bapak Lin yang telah menjadi menantu Raja di Kintamani, beliau berpikir karena Bapak Lin sekarang telah beristri, maka Bapak Chen memutuskan untuk pergi mengembara ke tempat lain. Akhirnya sampailah Bapak Chen di daerah Badung dan menetap disana.

Saat itu kerajaan Mengwi sangat jaya, sehingga kekuasaan Raja Mengwi meluas sampai ke Blambangan Jawa Timur, dan suatu saat Raja Mengwi berkeinginan membuat sebuah taman. Konon beliau menginginkan sebuah ‘taman yang mempunyai ciri khusus- dan keindahan yang beda dari taman Raja-Raja yang Iain di Bali, maka beliau menyuruh orang-orang bawahannya untuk mencari seseorang yang dapat memenuhi keinginannya ini, sampai akhirnya beliau mendengar tentang seseorang yang bermarga Chen, yang sangat ahli dalam urusan ini, lalu Raja mengutus orang untuk mengundang beliau.

Setelah Bapak Chen tiba di Mengwi, Baginda Raja menyampaikan keinginannya dan mengharap Bapak Chen dapat membantunya. Bapak Chen menyanggupi permintaan ini, dan beliau lalu pindah tinggal di Mengwi. Raja Mengwi bertanya pada Bapak Chen berapa lama kira-kira waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan ini ? Beliau menjawab cukup beberapa hari saja, Baginda Raja tidak percaya akan jawaban ini, karena pikir Baginda mana mungkin hanya dalam waktu beberapa hari saja sudah dapat membuat taman seperti apa yang dikehendaki, lalu beliau memberikan waktu 3 bulan kepada Bapak Chen untuk menyelesaikan pekerjaan ini, dan disamping itu Baginda menyuruh 2 orang patih untuk membantu Bapak Chen.

Sejak Bapak Chen menerima tugas ini, beliau tetap santai saja, sehari-hari beliau hanya membaca buku, sepertinya sama sekali tidak ada suatu beban kerja. Demikian hari-hari berlalu, tanpa terasa, bulan pertama telah lewat, kedua orang patih yang disuruh membantu oleh Raja merasa sangat khawatir kalau nantinya taman tersebut tidak rampung sesuai dengan waktu yang diberikan.

Tetapi setiap kali mereka mengingatkan hal ini Bapak Chen hanya tersenyum dan menjawab ringan. “Kalian tenang saja, tidak perlu khawatir”. Tanpa disadari waktu 3 bulan yang diberikan oleh Raja sudah akan habis, kekhawatiran kedua patih itu sudah. memuncak, sebab bila taman ini tidak rampung berarti keselamatan merekapun tidak terjamin, karena pasti akan menerima hukuman, Dari Baginda Raja, tetapi menghadapi sikap acuh dari bapak Chen mereka betul-betul tidak berdaya, baginda Raja yang setiap saat menerima laporan mengenai hal ini sangat marah, karena beliau merasa dilecehkan oleh sikap bapak Chen yang mengabaikan tugas yang diberikannya, dan beliau berpikir bila sampai waktunya nanti bapak Chen tidak dapat merampungkan taman sesuai dengan yang dikehendaki, maka tanpa ampun akan dipenggalnya kepala bapak Chen.

Satu malam sebelum batas waktu yang diberikan baginda Raja berakhir, saat semua orang telah tidur nyenyak, bapak Chen mulai bekerja, mula-mula diambilnya selembar kertas putih, lalu diatasnya digambar sebuah taman yang sangat indah, setelah itu beliau menuju ke halaman rumah dan membaca mantera, selesai membaca mantera gambar yang dibuatnya diacungkan ke atas sambil berkata “Bian!” (baca Pien — berubah). Sangat ajaib, dihadapan beliau seketika terbentang sebuah taman yang luar biasa indah dan memancarkan cahaya gemerlap dalam kegelapan.

Lalu beliau membangunkan kedua orang patih itu dari tidurnya, sambil menyuruh mereka melapor kepada Baginda Raja untuk segera datang melihat.

Dengan rasa tidak percaya kedua patih itu bangun dari tidurnya, tetapi setelah mereka melihat dihadapan mereka benar ada sebuah taman yang sangat indah mereka sangat gembira, cepat-cepat mereka berlari ke istana menyampaikan hal ini.

Baginda Raja semula tidak percaya tetapi setelah diyakinkan oleh kedua patih itu beliau jadi ragu, cepat-cepat baginda Raja mengikuti mereka berdua. Dari kejauhan telah dilihatnya cahaya yang dipantulkan oleh taman itu, setelah dekat dilihatnya bapak Chen. telah menantinya di atas sebuah perahu kecil di atas kali yang mengelilingi taman, setelah baginda Raja naik ke atas perahu, bapak Chen mulai menggerakkan perahunya dari arah samping barat taman itu, setelah mengelilingi hampir satu putaran, saat tiba di depan taman, Baginda melihat bagian pintu depan atau gerbang dari taman itu dibuat berbentuk leher dan kepala angsa yang menjulang ke atas dan agak menjulur ke depan, jadi jika perahu terus maju, maka pasti akan lewat dibawah “Leher Angsa” tersebut, baginda Raja berkata kepada bapak Chen bahwa beliau adalah Raja dari kerajaan Mengwi yang merupakan kerajaan besar dan kuat di Bali, jadi beliau tidak boleh lewat di bawah badan binatang, walaupun binatang itu hanya bangunan yang berbentuk binatang bukan binatang yang sebenarnya, maka baginda minta agar “Leher Angsa” itu dihilangkan saja.

Bapak Chen menjelaskan bahwa bentuk “Leher’Angsa” yang dibuatnya itu merupakan inti dari kekuatan Taman ini yang juga sebagai sumber kekuatan dari Kerajaan Mengwi yang sengaja dibuatnya sesuai perhitungan Feng Sui (Hong Sui), bila bagian ini dihilangkan, sayang sekali dan dikhawatirkan akan berpengaruh terhadap kerajaan Mengwi, karena saat itu masyarakat disini sangat awam akan masalah Feng Sui, jadi baginda Raja tidak percaya akan penjelasan ini, beliau tetap meminta agar “Leher Angsa” itu dihilangkan. Dalam hati bapak Chen berpikir mungkin memang sudah kehendak dari Yang Maha Kuasa bahwa riwayat Kerajaan Mengwi sudah harus berakhir, karena sebenarnya dengan membangun gerbang taman berbentuk “Leher” dan “Kepala Angsa” aku ingin memberi kekuatan baru pada kerajaan Mengwi yang bintangnya sudah kelihatan mulai memudar, tetapi karena baginda Raja bersikukuh untuk menghilangkannya maka terpaksa kupenuhi keinginannya. Lalu dengan jari telunjuk beliau menunjuk “Leher Angsa” itu yang seketika patah, dan berbarengan dengan itu cahaya yang semula terpancar di atas taman langsung meredup seiring dengan mulai terbitnya sinar matahari di ufuk timur.

Dengan perasaan puas baginda Raja kembali ke istana, tetapi sesampai di istana baginda berpikir “orang berrnarga Chen ini kelihatannya adalah seorang yang berilmu tinggi, hanya dalam 1 malam dia sudah bisa membuat taman yag sangat luas dan bagus, hal ini mustahil bisa dilakukan oleh orang lain, bila orang ini dibiarkan hidup rasanya sangat berbahaya bagi kedudukanku, daripada nantinya terjadi hal-hal yang tidak kuinginkan, lebih baik secepatnya kusingkirkan saja”. Seketika itu juga baginda Raja memanggil kedua patih yang berada bersama bapak Chen dan memerintahkan mereka untuk membunuh beliau. Saat kedua patih ini kembali kehadapan bapak Chen untuk melaksanakan perintah baginda Raja, ternyata bapak Chen sudah pergi, mereka cepat-cepat kembali ke istana melapor, mendengar hal ini baginda bertambah khawatir, lebih jauh lagi baginda memerintahkan kedua patih tersebut menunggang kuda mengejar bapak Chen.

Dengan menunggang kuda kedua patih tersebut mengejar bapak Chen ke arah barat, karena menurut perhitungan mereka kecil kemungkinan bapak Chen melarikan diri ke arah timur, karena disamping hams melewati beberapa Kerajaan lain, harus pula menyeberangi Selat Lombok‘ yang ombaknya terkenal ganas dan jaraknya jauh, sedangkan jarak antara Pulau Bali dengan Pulau Jawa jauh lebih dekat. Setelah mengejar beberapa lama, mereka melihat bapak Chen berjalan dengan santainya di depan, mereka memacu kudanya agar dapat cepat menyusul, tetapi bagaimanapun mereka memacu kudanya bapak Chen tetap saja tidak tersusul, sampai akhirnya mereka sampai di ujung barat pulau Bali disekitar

Gilimanuk, di depan mereka menghadang Selat Bali, saat itu bapak Chen duduk di atas sebuah batu di pinggir jalan dan menunggu kedua patih tersebut, setelah mereka dekat bapak Chen malah memanggil mereka mendekat, lalu bertanya apakah mereka diperintah oleh baginda Raja untuk membunuhnya ? Kedua orang patih itu sangat terkejut, mereka berpikir bapak Chen ini benar-benar sakti, mereka sama sekali belum mengucapkan sesuatu, tetapi bapak Chen sudah bisa mengetahui maksud mereka, maka rasanya mustahil bagi mereka untuk bisa membunuhnya, tetapi kalau mereka kembali ke Mengwi dengan tangan kosong sudah pasti baginda Raja akan membunuh mereka.

Berpikir demikian lalu mereka berunding, dan akhirnya mereka memutuskan untuk mengikuti bapak Chen dan berguru kepadanya, mereka mernohon kepada bapak Chen agar diterima sebagai murid. Sambil tertawa bapak Chen berkata “Baiklah, tetapi ada syarat yaitu apapun permintaanku kalian harus rela melaksanakan”. Dengan hati gembira mereka berlutut dihadapan bapak Chen dan menyatakan kesediaannya.

Bapak Chen lalu membuka sepatunya dan melemparkannya ke laut, sepatu itu seketika berubah menjadi perahu. Lalu mereka bertiga naik ke atas perahu dan menyeberang menuju Pulau Jawa.

Sampai di tengah laut, bapak Chen menyuruh salah seorang muridnya untuk terjun kelaut, setelah terjun seketika muridnya berubah rnenjadi seekor buaya, begitu sampai di seberang Bapak Chen menyuruh yang seorang lagi lari ke atas bukit. Saat berlari ke bukit bentuk tubuh muridnya berubah menjadi harimau, sedangkan perahu yang ditumpangi setelah sampai di darat juga berubah menjadi sebuah batu besar. Konon tempat mereka mendarat adalah di daerah Watu (Batu) Dodol sekarang, sedangkan batu besar yang berasal dari sepatu Bapak Chen yaitu batu besar yang sekarang berada di tengah-tengah jalan, dan pada akhirnya bapak. Chen moksa di daerah Jawa Timur.

Kembali pada Raja Mengwi yang menanti kedua patihnya kembali dengan membawa kepala bapak Chen, tetapi setelah berhari-hari mereka tidak juga datang. Satu saat baginda ingin melihat lagi taman yang dibuat oleh bapak Chen, tetapi setelah sampai di tempat dimana semula taman itu dibuat ternyata sudah tidak. ada, karena bapak Chen yang semula menggunakan kesaktiannya inembuat taman itu, setelah mengetahui Raja Mengwi akan membunuhnya segera mempergunakan kesaktiannya untuk menghilangkannya pula. Saat taman itu dibuat dikelilingi oleh kali yang penuh berisi air, sehingga menurut orang-orang yang masih berpikir secara sederhana, diumpamakan sebuah perahu di atas air yang dapat bergerak / berayun, maka lalu dinamakan Taman Ayun.

Demikianlah kisah mengenai kesaktian bapak Chen menyebar luas di kalangan masyarakat Tionghoa di Bali dan Jawa Tirnur bagian timur, sehingga akhirnya beliau dipuja sebagai orang sakti yang didewakan dengan sebutan Chen Fu Zhen Ren yang berarti Manusia Sakti Marga Chen.

Sumber T.I.T.D. Seng Hong Bio – Ling Gwan Kiong Singaraja.


Spread the love

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

nineteen − 11 =